Laman

Jumat, 30 Desember 2011

GEOLOGI REGIONAL DAERAH PANGKEP

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

Lokasi ekskursi ini secara umum keadaan geomorfologi, Stratigrafi dan struktur geologinya termasuk dalam peta geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat.

2.1.1 Geomorfologi Regional


Pada Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat (Rab. Sukamto,1982) pada pegunungan bagian barat menempati hampir setengahnya luas daerah, yang melebar dibagian selatan (50 km) dan menyempit dibagian Utara (22 km) dengan puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata–ratanya 1500 m dari permukaan laut. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya batugamping. Di antara topografi karst pada lereng barat terdapat perbukitan yang dibentuk oleh batuan pada zaman Pra-Tersier. Pegunungan ini dibatasi oleh dataran Pangkajene – Maros yang luas, dan sebagian merupakan lanjutan di dataran sekitarnya.
Pegunungan yang di Timur relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan puncaknya rata–rata setinggi 700 m dari permukaan air laut, sedangkan yang tertinggi adalah 787 m dimana sebagian besar pegunungan ini tersusun dari batuan gunungapi. Di bagian selatannya selebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke Utara menyempit dan merendah dan akhirnya menunjam ke bawah batas antara lembah Walanae dan dataran Bone. Pada bagian Utara pegunungan ini mempunyai topografi karst yang permukaanya sebagian berkerucut. Batasnya pada bagian Timurlaut adalah dataran Bone yang luas dan menempati hampir sepertiga bagian Timur.
Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut dibagian Utara selebar 35 km, tetapi di bagian Selatan hanya 10 km. Ditengah terdapat Sungai Walanae yang mengalir ke Utara. Sedangkan bagian Selatan berupa berbukitan rendah dan dibagian Utara terdapat dataran alluvium yang sangat luas yang mengelilingi Danau Tempe.

2.1.2 Stratigrafi Regional

Untuk Stratigrafi Regional daerah penelitian disusun oleh berbagai jenis litologi dari berbagai formasi yang ergolongke dalam satuan batuan tertentu berikut akan dibahas mengenai stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan batuan tertua ke yang termuda.

1. Kompleks Basement
Kompleks basement terdiri atas dua satuan batuan berdasarkan proses pembentukanya, antara lain :
a. Satuan Sekis (Batuan Malihan)
Sebagian besar terdiri atas sekis dan sedikit gneiss, dimana secara megaskopis terlihat mineral-mineral diantaranya glaikopan, garnet, epidot, mika dan klorit. Batuan malihan ini umumnya berpandanan miring ke arah Timur-Laut, sebagian besar trebreksikan dan tersesarnaikan kea rah Barat-daya, satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2000 meter dan bersentuhan dengan sebagian batuan disekitarnya. Penarikan kalium/argon diperoleh umur 111 juta tahun (Obradovich, 1974).
b. Satuan Ultrabasa
Peridotit, sebagian besar terserpentinitkan, berwarna hijau tua sampai kehitaman, sebagian besar terbreksikan dan tergerus melalui sesar naik kea rah Barat-daya. Pada bagian yang pejal terlihat terlihat struktur berlapis dan beberapa tempat mengandung lensa kromit. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2500 meter, dan mempunyai sentuhan sesar dengan batuan disekitarnya.
c. Satuan intrusi Trakit
Terobosan trakit berupa stok, sill dan retas. Bertekstur porfiri kasar dengan fenokris sanidin dengan warna putih keabuan sampai sampai kelabu muda. Di Tanete Riaja Trakit menerobos batugamping formasi Tonasa dan di Utara Soppeng menerobos batuan gunungapi Soppeng (Tmsv). Penarikan Kalium/Argon trakit menghasilkan umur 10,9 juta tahun.

2. Formasi Balangbaru
Sedimen tipe Flysch, dimana batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung, serpih bersisipan konglomerat, Tuva dan lava, dibeberapa tempat konglomerat dengan susunan basalt, andesit, diorite, serpih, sekis kuarsa dan basement batupasir, pada umumnya padat dan sebagian serpih terkesikan, formasi ini mempunyai ketebalan sekitar 2000 meter, tertindih tidak selaras formasi Mallawa dan batuan gunungapi terpropilitkan, dan menindih tidak selaras kompleks tektonik Bantimala. Berdasarkan fasiesnya Formasi Balangbarrutelah dibagi menjadi tiga anggota yaitu Anggota Bua, Anggota Panggalungan dan anggota Allup (Hasan 1991), Anggota Bua dicirikan oleh selaras oleh batugamping Temt, dan menindih tidak selaras batuan sediment kb dan batuan gunungapi Tpv.

3. Formasi Tonasa
Terdiri atas batugamping koral pejal, sebgian terhablurkan, berwarna putih dan kelabu muda, batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis dan berselingan dengan napal globigerina tufaan, bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran. Di daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung banyak serpihan skis dan batuan ultramafik, Batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera kecil dan dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecipoda) dan siput (Gastropoda) besar. Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat, di daerah Tanete Riaja, terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis.
Berdasarkan atas kandungan fosilnya, menunjukan kisaran umur Eosen Awal (Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf). Dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan laguna, tebal formasi diperkirakan tidak kurang dari 3000 meter, menindih selaras batuan Formasi Mallawa dan tertindih tidak selaras oleh formasi Camba, diterobosi oleh sill, retas dan stoc batuan bekuyang bersusunan basalt, trakit dan diorite.
Batugamping Formasi Tonasa oleh Wilson (1995) dibagi menjadi lima bagian berdasarkan fasiesnya. Biru area kabupaten Bone, Ralla area kabupaten Barru, Central area Kabupaten Pangkep, Pattunuang Asuearea kabupaten Maros dan Nasara Area Kabupaten Jeneponto. Daerah lokasi penelitian disusun oleh fasies redeposit terdiri dari batugamping fragmental berselingan dengan napal, dibeberapa tempat menunjukan batugamping dengan komponen foram besar, algae serta koral.

5. Formasi Camba
Terdiri atas batuan sediment laut berselingan dengan batuan gunungapi, batupasir tufa berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau, batulempung, konglomerat dan breksi gunung api, dan setempat dengan batubara berwarna beraneka, putih, cokla, kuning, kelabu muda sampai kehitaman umunya mengeraas kuat dan sebagian kurang padat, berlapis dengan tebal antara 4cm-100cm.
Tufanya berbutir halus hingga lapilli, tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral Biotit, Konglomerat dan breksinya terutama komponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm-40 cm. Batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung pecahan coral dan molusca. Batulempung gampingan kelabu tua dan napal mengandung pecahan foram kecil dan molusca. Fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini menunjukan kisaran umur Miosen Tengah – Miosen Akhir (N.9-N.15) pada lingkungan neritik. Ketebalan satuan sekitar 5000 meter. Menindih tidak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan formasi Mallawa (Tem), Mendatar berangsur berubah menjadi bagian bawah dari formasi Walanae (Tmpw). Diterobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basalt piroksin, andesit dan diorite.

Anggota Batuan Gunungapi
Batuan gunungapi bersisipan sediment laut, breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi dan tufa, berbutir halus hingga lapili, bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung mengnadung sisa tumbuhan batugamping dan napal. Batuanya bersusunan basalt dan diorite, berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat. Penarikan kaluim/argon pada batuan basalt oleh Indonesian Golf Oil berumur 17,7 juta tahun dasit dan andesit berumur 8,93 juta tahun dan 9,92 juta tahun(Obradovich, 1972) dan basalt dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun (Leewen 1978).
Beberapa lapisan batupasir dan batulempung pasiran mengandung molusca dan sebagian koral, sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir gampingan, batupasir lempungan, napal dan mengandung fosil foraminifera. Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri menunjukan umur satuan ini adalah Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Batuannya diendapkan kedalam lingkungan neritik sebagai fasies gunungapi Formasi Camba , menindih tidak selaras batugamping Formasi Camba dan batuan Formasi Mallawa, sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi gunungapi mengandung sepian batugamping tebal diperkirakan sekitar 4000 meter.

6. Endapan Undak
Terdiri atas kerikil, pasir dan lempung membentuk datarn rendah bergelombang disebelah Utara Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara morfologi dari endapan alluvium yang lebih muda.

7. Eandapan Alluvium Danau Dan Pantai
Terdiri atas lempung, Lanau, Lumpur pasirdan kerikil disepanjang sungai-sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan batugamping koral.

2.1.3 Struktur Geologi Regional
Lengan Selatan Pulau Sulawesi secara struktural dibagi atas dua bagian yaitu Lengan selatan bagian Utara dan Lengan Selatan bagian Selatan yang sangat berbeda struktur geologinya (Van Bemellen, 1949).
Lengan selatan bagian Utara berhubungan dengan orogen, sedangkan Lengan Selatan bagian Selatan memperlihatkan hubungan kearah jalur orogen yang merupakan sistem pegunungan Sunda.
Perkembangan struktur Lengan Selatan bagian Utara pulau Sulawesi di mulai pada zaman Kapur, yaitu terjadinya perlipatan geosinklin disertai dengan kegiatan vulkanik bawah laut dan intrusi Gabro. Bukti adanya intrusi ini terlihat pada singkapan disepanjang pantai Utara – Selatan Teluk Bone.
Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan struktur stratigrafi dan tektonikanya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada, bagian bawah tidak selaras menindih batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya ditindih tak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua merupakan masa yang terimfikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan, tergerus dan sebagian mencampur dengan malange. Berdasarkan himpunan batuannya diduga Formasi Balangbaru dan Formasi Marada merupakan endapan lereng didalam sistem busur palung pada zaman Kapur Akhir, dan gejala ini menunjukkan bahwa Malange didaerah Bantimala terjadi sebelum Kapur Akhir.
Pada kala Palaeosen kegiatan gunungapi bawa laut yang hasil erupsinya dapat terlihat di timur Bantimala dan daerah Barru (Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai). Pada bagian barat berupa tepi dataran yang dicirikan oleh endapan darat dan batubara pada Formasi Mallawa, sedangkan di daerah timur, berupa cekungan laut dangkal tempat pengendapan batuan klastik bersisipan Karbonat formasi Salokalupang. Pengendapan formasi Mallawa mungkin hanya berlangsung selama awal Pliosen, sedangkan Formasi Salokalupang berlangsung hingga Oligosen akhir.
Sejak Eosen Akhir sampai Miosen Awal di daerah Barat terendapkan batuan karbonat yang luas. Dimana hal ini menunjukkan bahwa daerah ini merupakan paparan laut dangkal yang luas, yang kemudian berangsur – angsur menurun atau mengalami pendangkalan sejalan dengan adanya proses pengendapan yang terjadi.
Sedangkan pada daerah bagian Timur terjadi proses gunungapi yang dimulai sejak Miosen Akhir dimana hal ini ditunjukkan pada daerah Kalamiseng dan Soppeng. Akhir kegiatan gunungapi ini diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat pembentukan Formasi Walanae. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan mengalami penurunan perlahan – lahan selama terjadi proses sedimentasi sampai Kala Pliosen. Proses menurunnya Terban Walanae dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya nampak hingga sekarang disebelah Timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.
Selama terbentuknya Terban Walanae, ditumur kegiatan gunungapi yang hanya terjadi dibagian sealatan sedangkan di bagian barat terjadi kegiatan gunungapi yang hampir merata dari selatan ke utara, dan ini berlangsung dari Miosen Tengah sdampai Pliosen. Dimana hal ini, bentuk kerucutnya masih dapat diamati di daerah sebelah barat yang diantaranya Puncak Maros dan Gunung Tondongkarambu serta tebing melingkar yang mengelilingi gunung Benrong yang berada di utara gunung Tondongkarambu dan ini mungkin merupakan sisa kaldera.
Sejak Miosen Tengah terjadi sesar utama yang mempunyai arah Utara – Baratlaut dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan adanya tekanan mendatar yang kira – kira berarah Timur – Barat pada waktu sebelum Akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan pra – Kapur Akhir di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan penyesaran yang relatif lebih kecil dibagian timur Lembah Walanae dan dibagian barat timur Lembah Walanae dan dibagian barat pegunungan Barat, yang berarah Baratlaut – Tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar